Masihkah terasa Jogjanya?

Yogyakarta merupakan salah satu kota yang terletak di Pulau Jawa. Selain sebagai salah satu daerah istimewa, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata. Memiliki berbagai objek wisata baik itu wisata alam, wisata religi dan budaya, kuliner serta pendidikan. Berbagai objek tersebut sangat mendukung kota ini untuk terus menjadi pusat kunjungan wisatawan dari berbagai daerah bahkan mancanegara. Setiap hari selalu ada wisatawan yang datang dan pergi di Yogyakarta. Tengok saja, arus perjalanan di stasiun, terminal, bandara bahkan mereka yang membawa mobil sendiri. Bahkan setiap akhir pekan, di beberapa titik seperti malioboro, alun-alun dan kaliurang akan terlihat kendaraan dengan nomor plat non-AB atau mereka yang berasal dari luar kota.
Malioboro misalnya. Sebagai pusat Yogyakarta banyak orang bilang kalau belum ke Malioboro berarti belum merasakan sensasi Yogyakarta (Jogja). Ungkapan ini mungkin berlebihan tapi ada benarnya juga. Melihat banyaknya wisatawan yang lalu lalang di jalan sepanjang 2 kilometer ini. Bahkan tidak jarang mereka yang berfoto ria, bersantai di sepanjang titik 0 kilometer bahkan yang bersantap ria menikmati kuliner di sepanjang jalan. Banyaknya pedagang baik suvenir , pakaian hingga makanan membuat suasana semakin terasa Jogja sekali. Bisa dibilang jalan ini hidup selama 24 jam. Mulai dari sebelum subuh hingga dini hari.  Area pedestrian atau pejalan kaki tentu saja selalu dipenuhi mereka yang ingin menghabiskan waktu disini. Berjalan kaki sepanjang 2 kilometer tidak terasa lelah dengan adanya suasana jogja yang sangat mendukung.
Objek wisata lain seperti alun-alun yang terletak di sebelah utara dan selatan Keraton juga merupakan tempat favorit untuk melakukan wisata sejarah dan budaya. Wisata alam seperti kaliurang juga tidak terlepas dari incaran para wisatawan yang ingin sejenak menikmati kota ini. Udara sejuk pegunungan seakan menyihir mereka yang ingin melepaskan diri dari panasnya Jogja yang memang semakin lama lama semakin panas udaranya. Apabila ingin menikmati suasana pantai, sepanjang pesisir selatan  Jogja akan ditemukan puluhan pantai yang sangat indah.  Mulai dari pantai congot yang terletak di ujung barat, pantai parang tritis yang terletak di Bantul dan paling populer serta beberapa pantai di Gunung Kidul yang terkenal karena keindahannya.
Akan tetapi suasana yang ramai seperti tentunya berdampak pada kemacetan. Benar, satu hal yang akrab dengan kota besar di Indonesia bahkan Dunia adalah kemacetan. Akhir pekan merupakan waktu yang selalu akrab dengan kemacetan karena banyaknya wisatawan yang memanfaatkan hari libur. Ditambah lagi warga lokal yang ingin bersantai sejenak. Perjalanan dengan kendaraan tentu memakan waktu lebih lama karena sepanjang jalan warga akan tumpah ruah berjalan kaki ditambah adanya pedagang di sepanjang kanan  kiri jalan. Hal ini membuat kondisi kurang nyaman apalagi akhir-akhir ini banyak laporan mengenai bau yang menyengat baik dari selokan maupun lainnya.
Faktor tersebut mengganggu kenyamanan pusat kota Jogja yang selama ini menjadi ikon dan membuat kota ini menjadi begitu populer. Faktor lain yang berperan dalam mengganggu kenyamanan adalah infrastruktur yang belum tertata rapi. Memang benar di beberapa titik telah dibangun fasilitas pendukung tetapi lebih banyak titik yang belum terbangun dengan baik. Kurangnya tempat sampah yang ada maupun kondisi pedagang yang belum tertata rapi membuat kondisi terasa kurang nyaman.
Melihat dari berbagai aktivitas yang ada, selain sebagai pusat wisatawan bersantai, Malioboro juga merupakan pusat berbagai kegiatan kesenian maupun budaya di Jogja ini. Seperti berbagai festival yang kerap dilakukan dengan melalui jalan ini. Hal ini tentu disamping menarik wisatawan juga akan menimbulkan efek samping mulai dari kemacetan hingga sampah yang menggunung. Selesai acara tentu saja sampah menjadi masalah yang tidak terhindarkan dimana hal tersebut akan mengganggu kesehatan serta tidak sedap dipandang mata.
Apabila beralih ke wisata alam seperti Kaliurang dan beberapa pantai, masalah sampah juga akan dengan mudah ditemui mengingat kurangnya tempat sampah dan lebih buruknya disebabkan karena kurangnya kesadaran mereka untuk membuang sampah pada tempat yang telah ditentukan. Selain sampah masalah infrastruktur juga menjadi sorotan. Sepanjang perjalanan menuju obyek wisata terutama yang terletak jauh dari pusat kota akan ditemui jalan yang rusak dan tidak rata. Hal yang tentunya membuat mereka yang melewati merasa tidak nyaman.Walaupun di beberapa titik telah dilakukan perbaikan jalan.
Selanjutnya adalah masalah pesatnya pembangunan hotel. Di Jogja sendiri mungkin tercatat ada ratusan hotel mulai dari hotel melati hingga hotel berkelas bintang 5. Di satu sisi pembangunan hotel sangat membantu dalam menampung wisatawan yang semakin banyak datang. Tetapi di sisi lain hal ini berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan bahkan merugikan warga. Mulai dari penyerapan air tanah yang tentunya akan mengambil jatah air yang seharusnya untuk warga, hal tersebut pernah terjadi beberapa waktu yang lalu sehingga warga memprotes keputusan pembangunan hotel. Pembangunan hotel yang pesat juga dikhawatirkan akan semakin meningkatkan kemacetan dan mengganggu berbagai bangunan yang harus digusur untuk pembangunan hotel. Mudahnya perijinan dalam membangun hotel membuat hotel semakin marak. Tidak hanya hotel tetapi juga beberapa bangunan megah seperti mall juga mulai berkembang pesat di Jogja.
Daerah Istimewa Yogyakarta atau disingkat DIY membuat Jogja harus bisa menjadi istimewa di semua hal dengan adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga keistimewaan tersebut. Hal yang menjadi ironi tatkala keistimewaan itu justru dibarengi dengan kemacetan dan beberapa hal lainnya. Dahulu Jogja selain menjadi tujuan wisata juga merupakan tujuan untuk mencari ketenangan karena merupakan kota yang tenang dan tidak memiliki tekanan tinggi. Sehingga banyak dari mereka rela merantau jauh ke Jogja bahkan hidup di Jogja. Disamping ada pula yang merasa kangen dan ingin kembali ke Jogja setelah menempuh pendidikan maupun sempat bekerja di kota ini.
Namun dengan adanya kondisi seperti ini, status kenyamanan dalam keisitimewaan bisa dibilang mulai berkurang. Berbagai faktor tadi berperan penting dalam mengurangi kenyamanan di kota ini. Banyak orang yang mulai mempertanyakan status kenyamanan yang ada walaupun sebagian dari mereka masih merasa nyaman.
Kondisi tersebut seharusnya membuat banyak pihak sadar akan adanya sesuatu salah yang telah terjadi namun belum disadari. Apabila hal ini terus dipertahankan maka akan ada kemunduran yang besar suatu saat nanti. Mengingat kondisi sekarang dapat dikatakan sebagai titik turun dari kota ini. Baik itu dari segi keistimewaan maupun wisata. Masyarakat dan pemerintah memiliki peran penting dalam hal ini mengingat mereka sangat mengenal kondisi kota Jogja.  Sebagai orang yang lama tinggal di Jogja tentu sangat disayangkan apabila tidak ada yang memberikan sumbangsih saran demi perkembangan kota ini. Bahkan para wisatawan yang berkunjung pun dapat pula berperan aktif dengan memberikan saran terkait apa yang harus dilakukan demi masa depan kota ini.
Berbagai aspek yang harus diperbaiki mulai dari infrastruktur, kondisi sosial dan budaya. Perbaikan jalan misalnya harus terus digalakkan. Adanya berbagai tanaman di berbagai sudut kota akan membuat wilayah ini menjadi sedikit lebih sejuk dan nyaman untuk dipandang. Memang beberapa lokasi telah diberikan tanaman yang akan mempercantik kota. Sepeti di titik 0 kilometer dibangun beberapa patung yang memperindah kota dan dijadikan tempat untuk berfoto para wisatawan. Di jembatan lempuyangan juga dilengkapi dengan tanaman di sepanjang kanan kiri jalan dan saat melam hari akan ditambah dengan kelap-kelip lampu.
Masalah kemacetan yang sebenarnya tidak hanya di pusat kota namun sudah merambah di hampir semua titik di kota ini, mengharuskan pemerintah melakukan beberapa langkah. Seperti adanya penerapan jalur satu arah yang banyak dilakukan. Yang terbaru adalah penerapan jalur satu arah di jalan C. Simanjuntak dan jalan Prof. Dr. Yohanes. Adanya perubahan jalur ini memang sempat membuat bingung warga. Akan tetapi sekarang dampak positif bisa dilihat dengan mulai lancarnya jalan di sepanjang area tersebut. Perubahan jalur mungkin bisa kembali diterapkan di jalan-jalan lain yang telah menjadi pusat kemacetan terutama di dalam kota Jogja. Jalan malioboro yang sudah sejak lama merupakan jalur searah perlu dilakukan lagi perbaikan, mungkin seperti adanya penataan pedagang di sepanjang jalan menjadi lebih terpusat sehingga arus transportasi maupun wisatawan yang berjalan kaki akan menjadi lebih lancar.
Beberapa hal tersebut  memang menjadi faktor turunnya tingkat kenyamanan bahkan kesitimewaan Jogja ini. Akan tetapi tidak ada yang tidak mungkin sehingga dengan adanya bantuan dan dukungan dari semua pihak terkait maka faktor tersebut akan diubah menjadi semangat dan kembali menaikkan tingkat kenyamanan kota. Bahkan mengembalikan kota ini menjadi istimewa seperti dulu.
Seperti lirik lagu dari Kla Project yang berbunyi “.... Terhanyut aku akan nostalgia, saat kita sering luangkan waktu nikmati bersama suasan Jogja...“. Lagu yang dapat menjadi inspirasi untuk mengembalikan keistimewaan Jogja yang memang istimewa.


Comments

Popular posts from this blog

Ijen-Baluran dalam sehari

Wisatawan China Perpanjang wisata di Bali akibat Wabah Virus Corona

(Harusnya) Bayarlah upah sebelum kering keringatnya