Mari Merantau

Merantau. Sejenak kita akan berpikir apa arti dari kata merantau? Adakah hubungan antara merantau dengan kepribadian? Merantau itu pergi ke tempat yang jauh dari kampung halaman untuk bekerja, menuntut ilmu atau lainnya dalam waktu yang cukup lama.  Kenapa orang harus merantau adalah karena mereka mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih layak. Bahkan nantinya banyak diantara mereka yang menetap di tempat perantauan, walaupun sebagian juga pulang ke kampung halaman setelah merantau. Banyak contoh yang ada di sekitarku yaitu teman-teman saya merantau dari berbagai daerah di Indonesia untuk sekolah atau bekerja di Jogja. Mungkin itu hal yang terasa baru bagiku mengingat selama ini aku menghabiskan hidup hingga kuliah di Jogja. Bukan tanpa alasan orang tua melarang kuliah di luar Jogja mengingat biaya yang dibutuhkan cukup besar, disamping itu aku masih dianggap belum siap untuk hidup di luar Jogja. Awalnya sempat merasa kecewa dengan tidak diijinkannya kuliah (merantau) ke luar. Aku juga menyadari bahwa aku sendiri belum siap. Selama kuliah aku berusaha membuktikan kepada orang tua bahwa aku pantas dilepas ke luar sana, mengingat aku juga sebagai seorang cowok, calon ‘pria’ dan ‘bapak’, dengan melakukan berbagai aktivitas yang menuntut dan melatih kedewasaan dan emosi. Walaupun belum merantau lama, setidaknya pernah kerja praktek di Batang sebulan dan kali ini KKN di Lombok selama dua bulan.
Semacam taruhan ketika melakukan hal tersebut mengingat merantau tentu memiliki banyak resiko disamping keuntungan tersembunyi yang nantinya aku dapatkan seusai ‘lulus’ atau pulang ke kampung halaman bahkan berguna di masa depan nanti. Tantangan yang akan dihadapi yaitu jauh dari orang tua dan keluarga yang senantiasa melindungi apabila sakit atau mendapat masalah. Karena di tempat rantau ‘jauh dari Jogja’ aku harus berjuang sendiri dan tidak bisa pulang ke rumah sesuka hati. ada orang bilang, warga lokal saat KKN, “merantau itu ibarat taruhan,kita gag tahu hidup kita nanti malam seperti apa, nanti mau makan apa dan mau kerja apa. Jadi siapin diri aja”. Semacam ngeri mendengar ucapan itu tetapi apabila disimak maka ada pesan tersirat dibaliknya. Resiko tinggi pasti menyimpan hadiah besar pula. Apakah hadiah itu? Kita menjadi lebih bisa bersosialisasi atau terbuka terhadap warga lokal, karena dengan kita yang tidak mau bersosialisasi maka kita akan menghadapi masalah yang mungkin dapat mengancam keselamatan. Dengan itu maka kita dapat menjadi orang yang berpikiran terbuka karena menerima banyak hal baru, meskipun tetapkan prinsip ‘filter’ yaitu saring yang baik dan buang yang buruk’. Selanjutnya kita akan menjadi orang yang lebih bebas berkreasi dengan mencari pekerjaan atau sesuatu untuk bertahan hidup agar ‘dapur kos atau rumah tinggal tetap menyala’. Kalau orang bilang itu ‘get out of blue ocean and survive with corals, ships, pirates and storms’. Maksudnya? Keluarlah dari zona nyaman (samudera) dan hiduplah bersama tantangan hidup (karang, kapal, bajak laut dan badai).
Coba bayangkan kalau kita berada di tengah samudra maka yang kita lihat hanyalah laut biru sepanjang mata memandang, ini yang disebut dengan zona nyaman. Kita gag menyadari bahaya apa yang datang sehingga kita menjadi tidak waspada. Sekali bahaya menerjang maka hancurlah kita. Maka biasakanlah hidup dengan bahaya atau tantangan hidup. Dengan begitu maka sikap waspada selalu kita punyai sehingga tantangan demi tantangan dapat diatasi. Tantangan yang datang itu datang silih berganti dan tidak dapat diketahui kapan waktunya. Singkatnya dapat dibilang kalau merantau adalah hidup bersama tantangan tersebut. Tatangan di luar selalu lebih hebat daripada tantangan di dalam. Karena itulah KKN dua bulan di Lombok ini menjadi batu loncatan untuk merantau lebih jauh serta proses pendewasaan diri secara perlahan yang nantinya akan berguna.

Aku ambil pilihan KKN ke Lombok bukan tanpa alasan, mengingat apabila hanya KKN di Jogja maka pengalaman yang diperoleh tidak sebanyak apabila di luar daerah apalagi luar pulau. Pengalaman bertemu dengan orang baru dan budaya baru akan memperkaya dan meningkatkan kualitas hidup. Output dari KKN ini adalah menjadi seorang pria, bukan cowok, tau kan arti pria? Dewasa, mampu control emosi, lebih sabar dan menghargai sesama. KKN di Lombok ini mungkin hanyalah ujian awal sebelum melalui ujian rantauan berikutnya karena durasi yang hanya dua bulan. Sepulang KKN, masih banyak yang harus dikerjakan dan setelah lulus nanti dunia yang luas siap menyambut kehadiran, terutama Benua Eropa hehehe J. Mungkin nantinya aku juga akan bekerja di luar sana entah luar pulau atau bahkan luar negeri. Singkatnya aku sangat terkesan dengan para perantau sehingga aku pikir aku harus menjadi perantau demi masa depan yang lebih baik serta lebih mengenal dunia ciptaan-Nya yang sangatlah luas ini. Sempat terpikir bahwa aku harus memilih orang tua atau masa depan mengingat yang namanya merantau berarti harus siap hidup sendiri dan meninggalkan orang tua yang ada dirumah. Dan pada akhirnya masa depan menjadi pilihan utama mengingat orang tua akan lebih bangga melihat anaknya sukses meraih masa depannya. Dan hasil kerja selama merantau nanti akan digunakan untuk merawat (bukan mengatakan membalas budi) orang tua di masa tua mereka nanti. 
Mari merantau, merantaulah sejauh yg kamu bisa, hidup bukan berarti hanya menetap di satu tempat :) 

Comments

Popular posts from this blog

(Harusnya) Bayarlah upah sebelum kering keringatnya

Ijen-Baluran dalam sehari

Wisatawan China Perpanjang wisata di Bali akibat Wabah Virus Corona